Rabu, 20 Oktober 2010

Chaetomorpha crassa

Semangat Baru Mahasiswa Muda Indonesia

Chaetomorpha crassa
Chaetomorpha crassa merupakan jenis dari Alga hijau
gbr11h232
Ditinjau secara biologi, alga merupakan kelompok tumbuhan yang berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk koloni. Di dilam alga terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral, dan juga senyawa bioaktif. Sejauh ini pemanfaatan alga sebagai komoditiperdagangan atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keanekaragaman jenis alga yang ada di Indonesia. Padahal komponen kimiawi yang terdapat dalam alga sangat bermanfaat bagi bahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain.
Ganggang hijau / Chlorohyta adalah salah satu klas dari ganggang berdasarkan zat warna atau pigmentasinya. Ganggang hijau ada yang bersel tunggal dan ada pula yang bersel banyak berupa benang, lembaran atau membentuk koloni spesies ganggang hijau yang bersel tunggal ada yang dapat berpindah tempat, tetapi ada pula yang menetap.
Algae hijau merupakan kelompok terbesar dari vegetasi algae. Algae hijau berbeda dengan devisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti tumbuhan tingkat tnggi karena mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibandingkan karoten dan xantofit.
Algae berperan sebagai produsen dalam ekosistem. berbagai jenis algae yang hidup bebas di air terutama tubuhnya yang bersel satu dan dapat berperan aktif merupakan penyusun fitoplankton. sebagaian besar fitoplankton adalah anggota algae hijau, pigmen klorofil yang dimilikinya efektif melakukan fotosintesis sehingga algae hijau merupakan produsen utama dalam ekosistem perairan.



Jenis Chaetomorpha crassa

http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/images/Chaetomorpha%20crassa.gif
Chaetomorpha crassa.gif
Nama Latin: Chaetomorpha crassa;
Classification:
Empire Eukaryota
Kingdom Plantae
Subkingdom Viridaeplantae
Phylum Chlorophycophyta
Class Ulvophyceae
Order Cladophorales
Family Cladophoraceae
Genus                                                              Chaetomorpha






Spesifikasi:
Thalli silindris menyerupai rambut atau membentuk gumpalan seperti benang kusut, warna hijau.

Sebaran:
Habitat. Banyak ditemukan di zona pasang surut. Membentuk koloni yang tebal dan sering menutupi perairan. Menempel atau mengaitkan diri pada benda-benda padat (sisa tali, jarring atau sisa bangunan) di perairan dangkal.

Potensi:
jenis ini, bersama-sama dengan tumbuhan fotosintetik lainnya
termasuk plankton merupakan kelompok organisme penting di laut karena sebagai
pembentuk makanan primer memberikan sumbangan besar bagi kehidupan binatang
akuatik di laut. Manfaatannya, bersifat ganda yaitu bermanfaat langsung bagi
kepentingan manusia dan bagi kelanjutan fungsi ekologis perairan melalui perannya
dalam rantai makanan di laut sebagai sumber makanan binatang di laut. Jadi, secara
tidak langsung bermanfaat juga bagi tersedianya berbagai jenis binatang laut yang
dikonsumsi oleh manusia.
Dari ratusan jenis rumput laut yang ada di Indonesia, banyak di antaranya yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan, antara lain sebagai bahan makanan
dan sayuran. Pemanfaatan lain adalah sebagai bahan mentah untuk industri penghasil
agar, karaginan dan alginat yang diperlukan untuk bahan tambahan dalam pengolahan
makanan, minuman, farmasi, kosmetika dan tekstil di dalam dan luar negeri.
Kandungan kimia lain yang penting terdapat dalam rumput laut selain karbohidrat yang
berupa polisakarida seperti agar, karaginan dan alginat juga terdapat mineral, protein,
lemak, vitamin dan yodium. Secara tidak disadari bahwa sebenarnya manfaat dan peran
rumput laut ini telah ada pada kehidupan kita sehari-hari. Kita berhias dengan minyak
rambut, berkeramas dengan shampoo, bergosok gigi dengan odol,
menikmati eskrim dan coklat, berdandan dengan baju yang bermotif warna-warni dan
menyemir sepatu , kesemua bahan yang kita pergunakan tersebut sedikit banyak
mengandung campuran rumput laut antara lain berupa agar, karaginan dan alginat.
Produksi rumput laut di Indonesia, sebagian dipasok dari hasil panen persediaan alami
(stock alam) di berbagai daerah dan yang lainnya berasal dari hasil panen budidaya
atau rekayasa penanaman oleh para petani rumput laut. Sekarang, kegiatan penanaman
rumput laut di Indonesia telah tersebar luas ke berbagai daerah, antara lain di
Lampung, Banten, Teluk Jakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.


http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/images/chaetomorphacrassa1.bmp
http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/images/chaetomorphacrassa2.bmp
http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/images/chaetomorphacrassa3.bmp
chaetomorphacrassa1.bmp
chaetomorphacrassa2.bmp
chaetomorphacrassa3.bmp

Pigmen
Pigmen yang dimiliki kloroplas pada Chaetomorpha crassa yaitu klorofil a dan klorofil b, beta karoten serta berbagai macam xantofit (lutein, violaxantin, zeaxanthin). Karoten muncul sebagai karakter warna kuning kemerah-merahan. Sedangkan xantotif muncul sebagai warna kuning dengan nuansa warna yang unik. Menurut levavascur (1989) bahwa pigmen-pigmen fotosintesis dan pada alga hijau berklorofil a dan b mengandung shiphoxanthim atau lutein.
Cadangan Makanan
Cadangan makanan pada jenis ini berupa amilum, tersusun sebagai rantai glukosa tidak bercabang yaitu amilose dan rantai yang bercabang yaitu amilopektin seringkali amilum terbentuk dalam granula bersama dengan bahan protein dalam plastida disebut pirenoid.
Susunan Tubuh
 Chaetomorpha crassa mempunyai susunan tubuh  Dari banyaknya variasi Berbentuk - filamen tidak bercabang.hal ini menyesuaikan diri dengan tempat hidup dan gaya hidupnya.
Struktur Sel
Dinding sel tersusun atas dua lapisan, lapisan bagian dalam tersusun oleh selulose yang dapat memberikan sifat keras pada dinding sel dan lapisan luar adalah pektin. pada pada jenis ini ada yang berinti prokariota dan ada yang sebagian besar berinti eukariota. Intinya diselubungi membran inti terdapat nukleus dan kromatin. Inti umumnya tunggal tetapi ada yang memiliki inti lebih dari satu.
Alat Gerak / Flagel
Ada dua tipe pergerakan, yaitu:
1. Pergerakan dengan flagela,Flagela dihubungkan dengan struktur yang sangat halus yang disebut aparatus neuromotor. Tiap flagela terdiri dari axonema yang tersusun oleh 9 dupklet mikrotubula mengelilingi bagian tengah terdapat 2 singlet mikrotubula. Struktur semacam ini dikenal sebagai susunan 9 + 2. Flagela tersebut dikelilingi oleh selubung plasma.
2. Pergerakan dengan sekresi lendir
Pada chlorophyta terjadi pergerakan yang disebabkan adanya stimulus cahaya yang di duga oleh adanya sekresi lendir melalui porus dinding sel pada bagian apikal dari sel. Selama pergerakan ke depan bagian kutub berayun dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga lendir bagaian belakang seperti berkelok-kelok.
Perkembangbiakan
Pada rumput laut dikenal pola perkembangbiakan dengan pertukaran generasi antara
vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif adalah melalui
perbanyakan batang atau stek dan penyebarluasan spora, sedangkan
perkembangbiakan dengan cara generatif adalah melalui perkawinan antara gamet
jantan dan gamet betina. Spora pada rumput laut ada dua macam yaitu karpospora dan
tetraspora yang masing-masing dihasilkan oleh tumbuhan karposporofit dan
tetrasporofit. Gamet jantan dan gamet betina dihasilkan oleh dua individu tumbuhan
yang terpisah dan berbeda jenis kelaminnya yaitu tumbuhan jantan (gametofit jantan)
dan tumbuhan betina (gametofit betina). Sifat tumbuhan seperti ini, biasa disebut
tumbuhan berumah dua (dioceous). Ada juga tumbuhan yang berumah satu
(monoceous) di mana gamet jantan dan gamet betina dihasilkan dalam satu tumbuhan.

Pertumbuhannya di laut
Apabila kita berwisata ke pantai, sering kita menjumpai tumbuhan laut yang terdampar
atau terhempas ombak ke daratan atau melihat langsung yang masih tumbuh di laut.
Tumbuhan tersebut menempel pada bebatuan atau menancap pada substrat pasir.
Itulah umumnya rumput laut yang tampak dengan beraneka-macam
bentuk dan warnanya yang menarik. Ada yang berbentuk bola kecil, lembaran, rumpun
atau tegakan yang beraneka-ragam warna seperti merah, coklat, hijau dan warna
lainnya. Kalau kita perhatikan atau kita pegang rumput laut atau Algae tersebut maka ternyata
substansi fisiknya ada yang keras karena mengandung zat kapur, ada yang lunak
bagaikan tulang rawan dan ada juga yang kenyal seperti gel
Gambar 1. Komunitas rumput laut atau alga secara umum di pantai Selatan Jawa, Pameungpeuk, Garut
Alga, termasuk tumbuhan yang dalam proses metabolismenya memerlukan
kesesuaian faktor-faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar
garam, nutrisi atau zat hara seperti nitrat dan fosfat, dan pencahayaan sinar matahari.
Dalam pertumbuhannya, zat hara diserap dari media air melalui seluruh kerangka
tubuhnya yang biasa disebut “thalli” (jamak) atau “thallus” (tunggal), sedangkan proses
fotosintesis berlangsung dengan bantuan sinar matahari yang menembus ke perairan di
tempat pertumbuhannya. Pada tumbuhan ini, walaupun tampaknya ada perbedaan
morfologis seperti akar, batang dan daun tetapi itu hanya bersifat semu saja karena
fungsinya sama. Hal ini berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi di darat yang memiliki
perbedaan fungsi jelas antara akar, batang dan daun. “Akar” atau disebut “holdfast”
sebenarnya hanya merupakan bagian dasar pada kerangka rumput laut dengan
berbagai macam bentuk dan biasanya hanya berfungsi sebagai alat pelekat atau
penumpu pada substrat sehingga tumbuhnya dapat kuat dan menetap, jadi bukan untuk
menyerap makanan dari substrat tersebut.

Akibat pertumbuhan algae hijau terhadap kualitas air
Air yang dipergunakan sebagai air minum harus memenuhi beberapa syarat antara lain, syarat fisika (tidak berbau, jernih, tidak berasa dan tidak berwarna). Syarat kimia (tidak mengadung zat-zat beracun tidak lebih dari standart yang telah ditetapkan) dan syarat biologis (bakteri coli yang terkandung dalam air tidak boleh lebih dari standart yang ditetapkan).
Kehadiran alga hijau dalam air dapat meyebabkan :
  • Perubahan warna air
  • Air menjadi licin karena dapat menghasilkan lendir
  • Dapat menimbulkan bau dan rasa pada air
  • Dapat menyebabkan kerapuhan pada beton




















TUGAS PAPER
CHLOROPHYTA (ALGAE HIJAU) Chaetomorpha crassa
‘’ Kelompok Studi Mahasiswa Rumput Laut (Seaweed)’'





oleh :
Yanuar Yogha p
K2D009053


PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010


Senin, 04 Oktober 2010

Pencemaran Suara di Laut



1. Pendahuluan
Dengan semakin berkembangnya teknologi kelautan, banyak manfaat yang dapat diambil dari lautan. Namun disamping itu, teknologi itu juga membawa dampak negatip. Pencemaran laut merupakan salah satu dampaknya. Telah banyak pembahasan mengenai masalah pencemaran laut serta ada berbagai macam topik mengenai lingkungan laut serta pencemaran laut.
Pencemaran suara di darat telah cukup mempengaruhi manusia serta lingkungan di darat. Sementara tanpa disadari bahwa di laut pun pencemaran suara ini membawa dampak yang cukup berarti bagi kehidupan di laut.
Pencemaran suara di laut atau juga dapat disebut kebisingan laut merupakan salah satu issu yang cukup menarik dalam beberapa tahun ini. Studi mengenai dampak pencemaran suara di laut atau bising laut menghasilkan beberapa kesimpulan yang cukup menarik, diantaranya yaitu dampak bising laut ini terutama terhadap mamalia laut. Tidak banyak orang mengetahui bahwa ternyata pencemaran suara di laut juga memberikan dampak yang berarti terhadap mamalia laut serta mahluk hidup lainnya di laut. Karena diketahui bahwa mamalia laut menggunakan suara sebagai alat komunikasi serta untuk kewaspadaan dalam mengenali lingkungannya.
Ada beberapa kejadian menarik mengenai pengaruh kebisingan laut ini terhadap mamalia laut atau cetacean. Seperti misalnya yang terjadi di laut Bahamas pada tahun 2000, dimana ditemukan paus yang terdampar dan diduga penyebabnya akibat pengaruh suara dari sonar yang digunakan oleh angkatan laut Amerika.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang kebisingan di laut, sumbernya, penggunaan suara oleh mamalia laut serta bagaimana dampaknya terhadap mamalia laut dan lingkungan laut lainnya.Sehingga diharapkan akan dapat memberikan tambahan wawasan mengenai salah satu bentuk pencemaran yang ada di laut yaitu pencemaran suara atau kebisingan di laut.
2. Suara di Laut
2.1 Apa itu Suara ?
Suara merupakan tekanan bolak-balik dan kumpulan molekul dalam medium elastik, yang terdeteksi oleh penerima sebagai perubahan tekanan. Struktur dalam telinga dan juga kebanyakan alat penerima yang dibuat oleh manusia sensitif terhadap perubahan tekanan suara ini.
Akibat dari sensitifitas yang dimiliki oleh mahluk hidup ini, maka terdapat batas toleransi terhadap frekuensi tertentu suara yang masih dapat dianggap tidak mengganggu. Apabila kemudian suara itu memiliki frekuensi di luar batas toleransi maka akan dapat menimbulkan gangguan.
Seperti halnya di darat, di mana kemajuan setelah revolusi industri meningkatkan tingkat kebisingan yang cukup mengganggu. Begitu juga terjadi di lautan. Mungkin manusia tidak begitu merasakannya. Namun dampak dari kebisingan yang terjadi di laut dapat di lihat perubahan perilaku mamalia laut. Laut sebagai media, di dalamnya ada suara yang bersumber dari fenomena alam, seperti suara yang dibangkitkan oleh hujan, gelombang, gempa bumi dll. Selain itu seiring dengan industrialisasi, pertumbuhan kapal dan anjungan minyak lepas pantai, serta peningkatan penggunaan sonar dalam navigasi dan riset, sehingga menambah suara yang ada dalam lingkungan laut.
2.2 Sejarah Pencemaran Suara di Laut
Sebelum tahun 1950 diperkirakan level dari pencemaran suara di laut belumlah terlalu tinggi. Ikan-ikan paus di lautan dapat berkomunikasi satu sama lain dengan lancar menggunakan sonar. Demikian pula hal nya dengan ajing laut untuk keperluan mencari makanan, mencari pasangan dan berkomunikasi satu sama lain. Namun pada penelitian sejak selang tahun 1950-1975 ternyata telah terjadi kenaikan level sebesar sepuluh desibel yang sebelumnya dalam kurun 150 tahun aktifitas manusia di laut berpengaruh sedikit terhadap polusi suara di lautan. Dalam skala tersebut, 10 desibel merupakan suatu angka yang cukup signifikan, yang dalam hitungan logaritmik angka tersebut naik sepuluh kali lipatnya. Suara juga merambat lebih cepat dan lebih jauh di dalam air dibanding di udara. Intensitas tinggi suara di lautan juga tidak berkurang dalam ratusan mil.
3. Sumber Suara di Laut
3.1 Sumber alami
Suara di laut yang timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses fisika serta proses biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung api dan gempa bumi, angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis misalnya suara dari mamalia laut dan ikan.
3.2 Lalu Lintas Kapal
Banyak dari kapal-kapal yang beroperasi di laut menimbulkan kebisingan yang berpengaruh pada ekosistem laut dan umumnya berada pada batasan suara 1000Hz. Kapal-kapal Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya mengeluarkan suara dengan level 190 desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan untuk ukuran kapal yang lebih kecil biasanya hanya menimbulkan gelombang suara sekitar160-170 desibel. Kapal-kapal ini menimbulkan sejenis tembok virtual yang disebut “white noise” yang memiliki kebisingan konstan. White noise dapat menghalangi komunikasi antara mamalia di laut sampai batas untuk area yang lebih kecil.
Selain kapal Tanker juga Kapal-kapal besar lainnya sejenis Cargo yang membawa petikemas memiliki kebisingan yang cukup menimbulkan pencemaran suara di laut.
3.3 Eksplorasi dan Ekspoitasi Gas dan Minyak
Kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi gas dan minyak banyak menggunakan survei seismik, pembangunan anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dll. Kebanyakan dari survei seismik saat ini menggunakan airguns sebagai sumber suara, alat ini merupakan alat berisi udara yang memproduksi sinyal akustik dengan cepat mengeluarkan udara terkompresi ke dalam kolom air. Metoda tersebut dapat menciptakan suara dengan intensitas sampai dengan 255 desibel. Pengaruhnya terhadap hewan lainnya juga dapat menimbulkan kerusakan pendengaran akibat dari tekanan air yang ditimbulkan. Seperti layaknya penggunaan dinamit, airguns juga berpengaruh terhadap pendengaran manusia secara langsung. Pulsa sinyal akustik ini dapat menimbulkan konflik terhadap mamalia laut, seperti misalnya paus jenis mysticete, sperm, dan beaked yang menggunakan frekuensi suara yang rendah.
Begitu juga dalam aktivitas pembangunan rig dan pengeboran minyak dimana dalam operasionalnya setiap hari banyak menghasilkan suara serta menimbulkan kebisingan yang beresiko bagi mamalia laut.
3.4 Penelitian Oseanografi dan Perikanan
Pernah diadakan survei dengan menggunakan Acoustic Thermography of Ocean Climate (ATOC) dimana digunakan kanal suara untuk memperlihatkan rata-rata temperatur laut. Sistem ini digunakan untuk penelitian mengenai faktor temperatur laut. Akibatnya terhadap hewan-hewan di laut terbukti bahwa mereka bergerak menjauh (terutama Paus jenis tertentu) namun selang beberapa saat mereka kembali untuk mencari makanan. Deruman dari Speaker yang dipasang berkekuatan 220 desibel tepat di sumbernya, dan terdeteksi sampai dengan 11000 mil jauhnya.
Dari penyebab diatas terdapat juga penyebab lainnya yang tidak disebutkan di sini, salah satunya adalah kegiatan perikanan para nelayan yang menggunakan peledak atau pukat harimau yang tidak hanya menimbulkan polusi suara namun juga merusak secara langsung ekosistem di laut itu sendiri.
3.5 Kegiatan Militer
Ada beberapa aktivitas yang dilakukan militer yang menghasilkan sumber suara yang menimbulkan kebisingan di laut. Salah satu contohnya yaitu aktivitas kapal naval milik US.Army yang menggunakan sonar aktif ketika berlatih dan dalam aktivitas rutin. Angkatan Laut Amerika (NAVY) pernah mengembangkan suatu sistem yang dinamakan Low Frequency Active Sonnars (LFA) untuk keperluan militernya. Dalam penggunaannya, terbukti bahwa terdapat beberapa efek negatif terhadap kehidupan dan perilaku mamalia di lautan. Terhadap ikan paus efek tersebut ternyata mengganggu jalur migrasi dan untuk jenis ikan paus biru dan ikan paus sirip adalah terhentinya proses komunikasi satu sama lain. Bahkan setelah melalui beberapa penelitian, maka pengunaan LFA tersebut juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Beberapa penyelam NAVY yang menerima transmisi dari sekitar 160 desibel akibat sistem tersebut terbukti terkena gangguan seperti vertigo, gangguan terhadap gerakan tubuh serta gangguan di daerah perut dan dada.
Bukti-bukti lainnya dari pengaruh akibat sonar yang dihasilkan ini di sebutkan oleh Vonk and Martin (1989), Simmonds and Lopez-Jurado (1991), Frantzis (1998) dan Frantzis and Cebrian (1999) mereka menganggap bunyi keras yang ditimbulkan oleh aktifitas militer ini telah menyebabkan terdamparnya paus jenis beaked di Pulau Canary dan Laut Ionia. Selain itu paus jenis sperm mengalami perubahan kelakuan dalam vokalisasi dalam merespons sonar ini.
Pendamparan lainnya terjadi pada bulan maret 2000 di Bahama, 17 mamalia laut( termasuk 2 spesies paus jenis beaked dan minke). Pendamparan ini terjadi akibat latihan militer Amerika yang menggunakan sonar.
4. Mamalia Laut dan Bunyi
4.1 Mamalia Laut
Ada 3 golongan mamalia yang berkembang di bumi dan beradaptasi di laut. Ketiga golongan ini termasuk didalamnya : paus, lumba-lumba-lumba, anjing laut, singa laut,walruse, dugongs, dan sapi laut.
Golongan Cetacean terdiri dari 76 spesies mamalia laut yang diketahui sebagi paus, lumba-lumba-lumba, dan ikan lumba-lumba. nenek moyang dari grup ini memasuki laut kira-kira 55 juta tahun yang lalu.
Ada berbagai macam Mamalia laut diantara nya berikut ini, dari yang ukurannya terbesar hingga kecil : Paus Biru (Blue whale), Paus Finback, Paus Right atau paus sikat, Paus Sei, Paus Humpback, dan Paus Gray yang termasuk sub Orde Baleen Whale (Mysticete). lalu Paus Sperm, Paus Pembunuh, paus Pilot, Paus putih, Lumba-lumba hidung botol yang termasuk suborde Toothed whales (Odonticeti). Beberapa paus besar jenis baleen seperti grys dan humpback bermigrasi secara musiman biasanya membiakkan pada musim dingin di daerah tropik dan kembali ke kutub pada musim panas. Golongan kedua dari mamalia laut didalamnya termasuk anjing laut, singa laut dan walrus.Berbeda dengan paus mamalia Laut ini menghabiskan sebagian besar waktunya di daratan es.
4.2 Penggunaan Suara oleh mamalia Laut
Pemahaman mengenai pendengaran mamalia laut dan mekanisme aural penting diketahui untuk mengenal potensial efek suara terhadap mereka. Mamalia laut tinggal di lingkungan dimana tidak terdapat cahaya yaitu di kedalaman yang jauh dari permukaan.
Pada kedalaman lebih dari 200 meter cahaya tidak lagi menembus laut, dengan keadaan ini maka mamalia laut mengandalkan suara di bandingkan cahaya sebagai alat utama dalam berkomunikasi serta untuk lebih berhati-hati dari keadaan lingkungan sekitarnya.
Selain itu banyak juga mamalia laut yang tinggal di lingkungan yang membatasi penglihatannya, seperti di daerah turbiditas. Maka mamalia laut ini mengandalkan kemampuannya dalam suara. Misalnya lumba-lumba sungai dimana kemampuan penglihatannya terbatas hanya pada membedakan yang gelap dan terang.
- Echolocation
Echolocation adalah kemampuan binatang dalam memproduksi frekuensi yang sedang atau tinggi serta mendeteksi echos dari suara ini untuk menentukan jarak dari suatu objek, dan untuk mengenali keadaan fisik di sekitarnya. Echolocation ini memberikan informasi yang detail dan akurat tentang keadaan sekeliling. Echolocation ini memproduksi frekuensi tinggi. Contohnya lumba-lumba laut yang menghasilkan frekuensi dari 50 kHz hingga 13 kHz.
Frekuensi tinggi yang digunakan mamalia laut ini memberikan resolusi yang tinggi, meskipun bagaimanapun suara frekuensi tinggi memiliki banyak keterbatasan di dalam air. Echolocation ini penting tidak hanya untuk mendeteksi dan menangkap mangsa tetapi juga melihat lingkungan sekitar.
- Navigasi
Mamalia laut mysticete diketahui memproduksi frekuensi rendah. Pada frekuensi rendah ini penjalaran suara di lingkungan laut lebih cepat. Suara dengan frekuensi rendah dimana bisa menjalar ke tempat yang jauh dengan cepat. Karena itu mamalia laut menghasilkan suara dengan frekuensi rendah ini untuk bermigrasi seperti misalnya Paus. Gangguan atau kebisingan dengan frekuensi suara yang rendah tentunya menjadi gangguan serius terutama untuk pertahanan mamalia laut.
- Komunikasi
Dalam berkomunikasi mamalia laut menggunakan suara dengan sinyal akustik tertentu, dimana sinyal ini bervariasi tergantung kebutuhan serta keadaan lingkungan. ada berbagai macam fungsi komunikasi mamalia laut seperti : seleksi intraseksual, seleksi interseksual, memandu anak, memandu kelompok, pengenalan individu, dan menghindari bahaya.
- Menarik perhatian mangsa
Kegunaan lain dari suara oleh mamalia laut kemungkinan untuk melemahkan atau menarik perhatian mangsa. Hasil riset memperlihatkan bahwa mamalia laut memproduksi sumber suara intens ketika mencari makanan. Informasi mengenai penggunaan suara dalam hal ini sangat terbatas, namun dapat dipahami bahwa mamalia laut menggunakan suara untuk proses biologis yang cukup vital.
- Vokalisasi mamalia Laut
Ada berbagai macam tipe mamalia laut serta masing-masing menghasilkan frekuensi yang berbeda dari yang frekuensi tinggi (130-150 kHz) hingga frekuensi rendah seperti paus biru (10-15 Hz).
5. Pengaruh Kebisingan Laut
5.1 Kebisingan Laut Sebagai Gangguan Bagi Mamalia Laut
Keterbatasan ilmu pengetahuan mengenai perkiraan resiko terhadap mamalia laut berdasarkan banyak asumsi. Contohnya mamalia laut dengan pendengaran berdasarkan range tertentu akan sangat dipengaruhi oleh suara. Mamalia laut yang tidak berkelompok memiliki resiko lebih mudah diserang misalnya pasangan ibu dan anak. Selain itu paus jenis beaked dan sperm dapat mudah diserang dalam perjalanan ke zona dimana kebisingan terkonsentrasi.
Dapat diasumsikan bahwa tidak ada konsekuensi biologi dari akibat suara yang keras ketika tidak ada respon kelakuan ditemukan. Bagaimanapun dalam penelitian ini perlu diperhatikan perubahan kelakuan mamalia laut sebagai informasi dari pengaruh kebisingan laut tersebut.
Hasil dari data yang telah dikumpulkan di mana kebisingan suara di laut telah menimbulkan efek jangka pendek termasuk dalam memangsa makanan, bersosialisasi, dan vokalisasi serta perubahan perilaku dalam cara menyelam. Akibatnya suara dapat menyebabkan mamalia laut berpindah dari habitatnya sendiri. Jika ini hanya berdampak dalam jangka pendek, maka tidak akan terlalu berpengaruh secara signifikan. Namun jika pengaruh dari gangguan ini terus menerus berulang maka dalam jangka panjang akan dapat menimbulkan stress, melemahkan dan pada akhirnya terhadap kelahiran.
Penjauhan dari sumber suara harus dikenal sebagai akibat, karena hewan ini mengubah perilaku alaminya. Bagi mamalia laut yang tidak berkelompok sumber suara dapat menjadi sangat berbahaya bagi mereka. Aktivitas lalu lintas kapal disinyalir dapat memisahkan populasi mereka.
Hasil observasi ternyata menunjukan sumber suara selain mengakibatkan mamalia menjauh dari sumbernya serta perubahan perilaku ternyata juga berpengaruh terhadap beberapa ikan dan invertabrata. Spesies lain di laut menunjukan reaksi terhadap suara yang masuk ke laut (airgun) dalam level yang sama seperti terhadap mamalia laut yaitu beberapa jenis kura-kura.
5.2 Dampak Kebisingan Laut
Gangguan bunyi-bunyi dapat saja menghasilkan frekuensi atau intensitas yang dapat berbentrokan atau bahkan menghalangi suara/bunyi biologi yang penting, yang menjadikan tidak terdeteksi oleh mamalia laut. Padahal seperti diketahui bahwa suara-suara biologi ini penting seperti untuk mencari mangsa, navigasi, komunikasi antara ibu dan anak, untuk manarik perhatian, atau melemahkan mangsa.
klasifikasi efek fisik langsung yang dapat mempengaruhi mamalia laut
>Tidak Berhubungan langsung :
Merusak jaringan tubuh
Kejang urat yang disebabkan tekanan udara yang tiba-tiba
>Berhubungan langsung :
Merusak telinga
Gangguan pendengaran permanen atau sementara
>Kelakuan :
Perubahan Perilaku
Modifikasi perilaku
Berpindah tempat dari area (jangka panjang atau pendek)
>Stress :
Menurunkan tingkat kelangsungan hidup
Mudah terserang penyakit
Berpotensi dipengaruhi oleh efek kumulatif yang negatif (misalnya polusi kimia kombinasi dengan stress suara)
Peka terhadap Suara
6. Penutup
Mamalia laut merupakan bagian dari ekosistem laut yang perlu dilindungi. Polusi suara di laut ternyata berdampak cukup besar bagi mamalia laut bahkan juga bagi makhluk laut lainnya.
Sayangnya beberapa riset mengenai pencemaran suara di laut ini masih dilakukan di luar negeri, sementara di Indonesia sendiri belum atau sangat jarang penelitian dalam bidang ini. Padahal dilihat dari penyebab kebisingan laut yang dibahas diatas, sebagian besar ada di Indonesia. Seperti eksplorasi dan eksplotasi gas dan minyak lepas pantai serta padatnya lalu lintas kapal.
Informasi mengenai kebisingan laut ini, yang telah mendapat perhatian para ilmuwan di luar negeri seharusnya dijadikan sebagai peringatan awal bagi Indonesia karena hal tersebut banyak terjadi di perairan Indonesia. Untuk itu diperlukan identifikasi daerah dimana terdapat mamalia laut yang rawan terhadap pencemaran suara serta mengusahakan agar di daerah tersebut kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran suaranya bisa dikurangi.